Select Menu

Disciples Menulis

Opini

Artikel Tamu

Inspirasi

Perspektif

Nasihat

» » Virus Para Sofis Menyerang Da’i?

Mokhamad Abdul Aziz
Baru-baru ini, dunia dakwah Islam di Indonesia kembali gempar. Penyebabnya adalah sosok da’i yang sering muncul di televisi yang diisukan memasang tarif setiap kali ia akan berceramah. Ia adalah Sholeh Mahmud, atau sering disebut Ustadz Solmed. Laki-laki berusia 30 tahun itu kini memang menjadi sorotan. Kehidupan Ustadz Solmed memang sudah selayaknya artis papan atas. Bahkan, ketika menikah, prosesinya disiarkan di televisi swasta secara langsung, sehingga membuat ramai publik.
Namun, kali ini kasusnya berbeda. Ustadz Solmed dianggap matrealistis, gara-gara diduga mematok tinggi tarif ceramahnya. Yang terbaru adalah berita miring soal rencana berdakwahnya di Hongkong. Dikabarkan,  mulanya Thariqul Jannah bermaksud membuat pengajian dengan mendatangkan Solmed sebagai pembicara. Kesepakatan tercapai setelah calon pengisi acara itu dihubungi. Solmed dijanjikan dua tiket pulang-pergi Jakarta-Hong Kong, penginapan dan honor Rp6 juta. Mendadak Solmed meminta tambahan honor menjadi Rp10 juta, tiket pesawat untuk lima orang, dan satu kamar hotel berbintang. Ia juga meminta mobil pribadi.
Padahal, semula Solmed setuju diinapkan di rumah yang telah disediakan para tenaga kerja Indonesia di Hong Kong itu. Soal alat transportasi, semula Solmed sepakat naik transportasi umum. Gara-gara beban biaya membengkak, acara pun dibatalkan. Karena batalnya acara itu lalu menjadi berita hangat, Solmed pun angkat bicara. “Saya dakwah, saya tidak pernah minta bayaran, tapi jangan dibisnisin,” tangkis Solmed. (Solopos, 21/08/2013)
Bahkan, yang lebih membuat heboh lagi adalah ketika Solmed menuding bahwa EO yang menyelengarakan pengajian itu bakal mengeruk keuntungan 150 juta rupiah dari penjualan tiket masuk yang dijual kepada para jamaah. Oleh sebab itu, Ustad Solmet mengurungkan niatnya untuk datang ke Hongkong, karena menganggap dakwahnya dimanfaatkan untuk bisnis. Tentu hal ini membuat pihak EO yang menjadi panitia pengajian itu membalas argumen sang Ustadz. Sehingga, beredar kabar bahwa Ustadz Solmed membatalkan rencanannya untuk berdakwah di Hongkong, karena kenaikan tariff yang diminta Ustdaz Solmed tidak disepakati oleh pihaknya.
Perang urat saraf pun tidak bisa dihindari oleh kedua belah pihak. Bahkan, sampai pada dunia maya. Melalui akun twitter @SholehMahmoed, Solmed bahkan berkicau, “Saya curiga mereka bagian dari Komunis. sekarang mereka adu domba para ustadz”. Pernyataan itu lantas membuat buruh migran yang ada di Hongkong terulut  emosinya. Mereka tidak menyangka, jika seorang Ustadz yang begitu dihormati mengatakan hal yang demikian kepada suadara sebangsa dan seagamanya.
Melihat kicauan itu, banyak TKI Hongkong yang mengecam penyataan Ustadz Solmed itu. Bahkan, salah satunya mengirimkan surat terbuka bertajuk Surat Terbuka dari Hong Kong untuk Ustadz Solmed yang diunggahnya di lama nabawia.com. Adalah Rihanu Alifa, TKW yang berkerja di Hongkong, yang menulis surat itu. “Mari bicara fakta, atau diam jika hanya menimbulkan fitnah, menyakiti kami (TKI Hongkong) yang ustadz sebut sebagai “saudara”. Sekali lagi, saya sangat maklum jika benar ustadz memasang tarif dan meminta fasilitas ini-itu pada panitia. Saya juga tidak menyalahkan jika ustadz (mungkin) berbohong di media untuk menjaga reputasi ustadz. Itu manusiawi”. Itulah petikan dari surat tersebut.
Selain itu, ia juga menuliskan biaya yang diperoleh jika konser itu jadi dilaksanakan. “Jika tiket masuk dijual seharga 50 (Hong Kong dollar), dan pengajian diadakan dua sesi, maka hasil dari penjualan tiket adalah : 50 x 1000 orang = 50.000 (Hong Kong dollar). Kurs saat ini : HK$ 1 = Rp. 1300 (kurang lebih, karena kurs naik turun). Jadi, jika ustazmenyebut angka 150 juta rupiah, maka saya katakan hal tersebut adalah AJAIB (kalau tak mau dikatakan OMONG KOSONG)”.
Terkena Virus Sofis?
Terlepas dari siapa yang benar, namun yang pasti peristiwa ini sangat memalukan. Sebab, jauh hubungannya antara berdakwah dengan uang, karena pada dasarnya dakwah adalah tugas manusia untuk mengajak saudaranya kearah yang lebih baik. Sama sekali tidak berorientasi pada materi. Jika kita membaca sejarah filosuf masa lampau, maka kita akan menemukan kesamaan hal dalam konteks ini. Ya, ialah para Sofis yang “menjual” ilmunya kepada masyarakat umum.
Para Sofis meminta uang untuk pengajaran yang mereka berikan. Dalam dialog Protagoras, Plato mengatakan bahwa para Sofis merupakan “pemilik warung yang menjual barang rohani”. Dan Aristoteles mengarang buku yang berjudul Sophistikoi elenchoi  (cara-cara berargumentasi kaum Sofis); maksudnya, cara berargumentasi yang tidak sah. Antara abad ke-5 sampai dengan 4 SM, dunia pendidikan dan pengajaran di yunani dijalankan oleh para sofis. Mereka adalah seorang yang sangat mahir berpidato, berdebat sekaligus mendidik pada zaman itu. Namun, keterampilan dan kepandaian mereka dalam berdebat  itu disalahgunakan untuk mencari uang. Tentu saja penulis tidak ingin menjustifikasi bahwa da’i sekarang banyak yang bertindak ala sofis pada masa lampau.
Umat Islamlah yang seharusnya malu, karena seorang da’i sampai mematok tariff saat berdakwah. Bandingkan saja, misalnya, kita mengundang Ariel NOAH untuk menyanyi di sebuah acara, pasti dia akan dibayar tinggi. Sedangkan, seorang da’i atau bahkan kiai, ketika kita undang untuk berceramah di tempat kita, pasti bayarannya lebih kecil dibanding artis-artis atau para penyanyi. Padahal, mereka lah yang mengajarkan Islam kepada kita. Inilah yang saharusnya yang harus direnungkan umat Islam.
Akan tetapi, penulis sangat menyanyangkan jika ada seorang mubaligh meminta uang, atau bahkan memasang tariff dalam menyampaikan dakwahnya. Apalagi, ini merupakan tugas mulia—menyebarkan dan mengajarkan islam sebagaimana yang Nabi ajarkan—tentu sangat memalukan jika hanya mereka memina balasan berupa materi yang jumlahnya hanya sedikit, karena balasan yang sesunguhnya adalah dari Allah Swt. Itu artinya, sesuai dengan janji Allah, bahwa siapa saja yang menolong (agama) Allah, maka Allah pasti akan menolong urusan urusannya, serta Allah akan teguhkan  (naikkan) kedudukannya. (QS. Muhammad: 7). Dengan demikian, da’i bukan hanya menjadi profesi yang mengahsilkan uang, tetapi lebih dari itu, seorang pendakwah akan diangkat derajadnya oleh Tuhan, jika ia benar dalam menyampaikan ajaran-Nya. Wallahu a’lam bi al-shawaab.
Penulis adalah : *Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Dakwah IAIN Walisongo Semarang, Pengajar di Monash Institute Semarang.
- See more at:

http://pelitaonline.com/opinions/virus-para-sofis-menyerang-da%E2%80%99i#.Uk0t1IHw9uY

About Unknown

Penulis lepas, Direktur Eksekutif Monash Institute Semarang
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply